Senin, 20 Februari 2012
Sabtu, 11 Februari 2012
Fungsi Penyuluhan Pertanian
Penyuluhan pertanian sangatlah diperlukan dalam
pembangunan pertanian saat ini yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap petani sehingga dengan penyuluhan, masalah yang dihadapi
oleh petani dan upaya pemecahannya dapat diselesaikan.
1) Penyuluhan pertanian sebagai proses penyebaran informasi.
Penyuluhan
pertanian merupakan proses penyebaran informasi yang diperlukan dan berkembang
selama pelaksanaan pembangunan pertanian. Informasi tersebut berupa inovasi yang diperoleh dari hasil kajian
maupun pengalaman di lapangan, masalah-masalah yang perlu dicari pemecahannya
agar tujuan pembangunan pertanian yang telah direncanakan dapat tercapai.
2)
Penyuluhan
pertanian sebagai proses penerangan
Mardikanto dan
Sutarni (1982), mengatakan istilah penyuluhan pertaniaan berasal dari kata
“suluh” yang berarti pemberi terang di tengah-tengah kegelapan. Dengan demikian
penyuluhan pertanian diartikan sebagai
berikut : “Proses untuk memberikan penerangan kepada masyarakat (petani)
tentang segala hal yang belum diketahui untuk dilaksanakan/diterapkan dalam
rangka peningkatan produksi dan pendapatan yang ingin dicapai melalui proses
pembangunan pertanian.”
3)
Penyuluhan
pertanian sebagai proses perubahan perilaku
Penyuluhan
pertanian merupakan suatu sistem pendidikan non formal yang tidak sekedar
memberikan penerangan atau menjelaskan tetapi berupaya untuk merubah perilaku
sasarannya agar memiliki pengetahuan pertanian dalam berusahatani secara luas,
memiliki sikap progresif untuk melakukan perubahan dan inovatif terhadap suatu
yang baru serta terampil dalam melaksanakan berbagai kegiatan.
4)
Penyuluhan
pertanian sebagai proses pendidikan
Sebagai suatu
sistem pendidikan non formal, penyuluhan pertanian adalah suatu pendidikan bagi
orang dewasa yang lebih mengutamakan terciptanya dialog. Oleh karena itu penyuluhan pertanian bukan merupakan pendidikan yang hanya
“mencekoki” tanpa memberikan peluang kepada sasaran didik. Mengutamakan
pendapat dan pengalaman merupakan satu hal yang sangat diperlukan demi
keberhasilan pembangunan pertanian.
FAKTOR PEMBENTUK MOTIVASI
Menurut Rogers (1985)
parameter dalam pengukuran status sosial ekonomi adalah kasta, umur,
pendidikan, status perkawinan, aspirasi pendidikan, partisipasi sosial,
hubungan organisasi pembangunan, pemilikan lahan, pemilikan sarana pertanian
serta penghasilan sebelumnya.
Sedangkan Hartatik
(2004) berpendapat bahwa motivasi dibentuk oleh beberapa faktor, baik faktor
internal yang bersumber dari dalam diri individu maupun faktor eksternal yang
bersumber dari luar diri individu. Faktor-faktor internal yang membentuk
motivasi adalah umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pendapatan, dan
luas lahan (karakteristik individu). Sedangkan faktor eksternal yang membentuk
motivasi adalah lingkungan sosial, lingkungan ekonomi, dan kebijakan
pemerintah.
1. Faktor Intrinsik
a. Umur
Slamet (1994)
berpendapat bahwa faktor umur sangat penting dalam partisipasi, biasanya mereka
yang masuk golongan 30-40 tahun dimana semakin tua usia semakin aktif
keterlibatannya dalam partisipasi terhadap pelaksanaan. Dan menurut Hernanto
(1984) umur petani sangat mempengaruhi pengetahuan fisik dan merespon terhadap
hal-hal yang baru dalam menjalankan usahatani.
b. Pendidikan.
Pendidikan adalah
proses yang dilakukan secara sadar baik formal maupun informal yang bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan dan pembentukan kepribadian. Rendahnya tingkat
pendidikan mempengaruhi tingkat adaptifitas masyarakat terhadap modernisasi,
mereka lebih cenderung mempertahankan pola-pola yang sudah ada, yang sudah
pasti dan yang telah mereka kenal dengan baik. Adanya suatu perubahan dianggap
sebagai sesuatu hal yang tidak pasti dan mengandung resiko. Biasanya bersedia
melakukan perubahan apabila ada jaminan bahwa perubahan tersebut akan membawa
hasil yang lebih baik bagi mereka (Khaeruddin, 1992).
Pendidikan formal
sangat berpengaruh terhadap motivasi seseorang. Khususnya dalam tanggapan untuk
menerima adanya inovasi, seseorang dengan tingkat pendidikan formal yang lebih
tinggi akan lebih mudah dalam menanggapi inovasi atau isu yang berkembang.
Karena seseorang lebih berpikiran rasional setelah mendapatkan ilmu-ilmu yang
didapatnya dari bangku sekolah (Kartasapoetra, 1991).
Pendidikan non formal
adalah pengajaran sistematis yang diorganisir di luar sistem pendidikan formal
bagi kelompok orang untuk memenuhi
keperluan khusus. Pendidikan non formal dapat digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan
standart kehidupan dan produktivitas kegiatan usaha yang dilakukan oleh
masyarakat pedesaan (Suhardiyono, 1989).
c. Luas lahan.
Tanah adalah sumber
modal atau tempat dari bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi barang
modal (Tohir, 1983). Dan menurut Mardikanto (1993) petani yang menguasai lahan
sawah yang luas akan memperoleh hasil produksi yang besar dan begitu pula
sebaliknya. Dalam hal ini, luas sempitnya lahan sawah yang dikuasai oleh petani
akan sangat menentukan besar kecilnya pendapatan ekonomi yang diperoleh. Luas
lahan yang diusahakan relatif sempit seringkali menjadi kendala untuk dapat
mengusahakan secara lebih efisien. Dengan keadaan tersebut, petani terpaksa
melakukan kegiatan diluar usahatani untuk dapat memperoleh tambahan pendapatan
agar mencukupi kebutuhan keluarganya.
d. Pendapatan.
Besarnya pendapatan
akan menunjukkan tingkat sosial ekonominya dalam masyarakat disamping
pekerjaan, kekayaan dan pendidikan. Keputusan seseorang dalam memilih jenis
pekerjaan akan sangat dipengaruhi oleh sumber daya dan kemampuan dalam diri
individu, jenis pekerjaan dan tingkat pengeluaran seseorang yang juga
menentukan tingkat kesejahteraan dalam status sosial ekonomi (Mubyarto, 1985).
Soekartawi (1996)
berpendapat bahwa tingkat pendapatan merupakan salah satu indikasi sosial
ekonomi seseorang yang sangat dipengaruhi oleh sumber daya dan kemampuan dalam
diri individu. Jenis pekerjaan dan tingkat pengeluaran seseorang juga
menentukan tingkat kesejahteraan dalam status sosial seseorang.
2. Faktor Ekstrinsik
a) Lingkungan Sosial.
Menurut
Mardikanto (1996) lingkungan sosial yang dapat mempengaruhi perubahan-perubahan
dalam diri petani adalah kebudayaan, opini publik, pengambilan keputusan dalam
kelompok, kekuatan lingkungan sosial. Kekuatan-kekuatan sosial (kelompok
organisasi) yang ada di dalam masyarakat terdiri dari kekerabatan tetangga,
kekompakan acuan, kelompok minat dan kelompok keagamaan. Lingkungan sosial
dipengaruhi oleh kekuatan politik dan juga kekuatan pendidikan. Melalui
pemahaman tentang kekuatan-kekuatan politik yang ada, dapat diperoleh dukungan
serta dihindari hambatan-hambatan yang bersumber pada kekuatan politik
tersebut.
b) Lingkungan Ekonomi.
Menurut Mardikanto (1996) lingkungan ekonomi terdiri dari:
·
Lembaga pengkreditan yang harus menyediakan kredit bagi petani kecil
Fasilitas kredit merupakan bagian yang menyatu dengan pengembangan usaha dalam
bidang agribisnis. Di Inonesia sudah diterapkan suatu peraturan yang bersifat
wajib dipatuhi dimana bank harus mengeluarkan beberapa persen dari dana
kreditnya untuk kepentingan sektor agribisnis. Bank harus benar-benar mengamati
kondisi dari usaha agribisnis yang dituju sebagai sektor yang benar-benar dapat
mengembangkan bidang agribisnis (Siagian, 1999).
· Produsen dan penyalur sarana produksi/ peralatan tanaman Petani produsen
merupakan penghasil barang-barang hasil pertanian untuk memenuhi keinginan dan
kebutuhan konsumen. Pedagang pengumpul merupakan pedagang yang mengumpulkan
barang-barang hasil pertanian dari petani produsen, kemudian memasarkannya
kembali dalam partai besar kepada pedagang lain (Rahardi, 2000).
·
Pedagang serta lembaga pemasaran yang lain
·
Pengusaha industri pengolahan hasil pertanian
·
Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pembangunan pertanian di
Indonesia senantiasa didasarkan pada amanat yang telah ditulikan dalam GBHN.
Pembangunan pertanian di Indonesia diarahkan untuk memenuhi tujuan yang ingin
dicapai yaitu untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pertanian secara lebih
merata. Dalam bidang pertanian tujuan pembangunan pertanian tersebut dapat
dilakukan dengan cara meningkatkan produksi, produktivitas tenaga kerja, tanah
dan modal (Soekartawi, 1987).
Jumat, 10 Februari 2012
Pengendalian OPT sistem PHT/ Agency Hayati komoditas jagung
o OPT merupakan kendala penting dalam produksi tanaman,
karena dapat menurunkan hasil baik kuantitas maupun kualitas
o Masalah OPT semakin meningkat dan kompleks sebagai
akibat introduksi teknologi pertanian yang kurang memperhatikan ekosistem
o KONSEP PHT muncul sebagai koreksi atas kegagalan
pengendalian OPT secara konvensional yang lebih mengandalkan penggunaan
pestisida kimia
o Pemerintah menetapkan kebijakan pengendalian OPT
dengan sistem PHT, sesuai dengan yang tercantum dalam UU No.12 Tahun 1992
tentang Sistem Budidaya Tanaman dan PP No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan
Tanaman
AGENS
PENGENDALIAN HAYATI DIKELOMPOKAN DALAM 4 KELOMPOK
ö Predator : Binatang yang memakan hama (mangsa) untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya (contoh : laba-laba, burung hantu, ular, dll.)
ö Parasitoid : Serangga yang memarasit atau hidup dan
berkembang dengan menumpang serangga lain (inang). Sebagian parasitoid dari ordo Hymenoptera
(tabuhan/penyengat) dan Diptera (lalat)
ö Patogen : Mikroorganisme yang menyebabkan infeksi dan
menimbulkan penyakit pada individu OPT ( contoh : bakteri, virus, cendawan,
nematoda, protozoa dan riketsia)
ö Agens Antagonis suatu patogen penyebab penyakit
tumbuhan : Mikroorganisme yang mengitervensi aktifitas patogen penyebab penyakit tumbuhan yang
menimbulkan penyakit
KELEBIHAN
PENGENDALIAN HAYATI
o Bersifat Selektif
o Agens hayati tersedia di lapang
o Dapat mencari inang sendiri/mangsanya (parasitoid,
predator)
o Relatif tidak nenimbulkan resistensi pada OPT
o Relatif murah
o Tidak mencemari lingkungan
KELEMAHAN
PENGENDALIAN HAYATI
Hasilnya
berjalan lambat, sehingga sulit diterapkan pada saat telah terjadi eksplosi
(ledakan populasi hama)
1. LALAT BIBIT atau ULAT BIJI JAGUNG
Nama ilmiah ( Atherigona oryzae Malloch)
Nama lokal : Larva =Aphis (Cebuano)
Dewasa Bangau (Bicol)
Nama ilmiah ( Atherigona oryzae Malloch)
Nama lokal : Larva =Aphis (Cebuano)
Dewasa Bangau (Bicol)
Kerusakan
Ø Terdapat bekas-bekas daun yang dimakan, daun-daun
mudanya menggulung dan terbelah.
Ø Terjadi pelayuan, pengeringan dan pembusukan bagian
tengah tunas.
Ø Tunas yang terinfeksi mengalami kekerdilan dan
selanjutnya mungkin bercabang ke samping.
Cara
pengendalian
q Biasa tanaman di suatu daerah terinfeksi serentak.
q Penanaman dilakukan pada awal musim tanam untuk
menghindari populasi ulat yang tinggi.
q Pemanfaatan parasitoid Cardiochiles sp dan Argyrophylax
sp.
q Pemanfaatan predator Lycosa sp. Oxyopes sp., Paederus sp., Micraspis
sp., Coccinella sp. dll.
2.
ULAT GRAYAK
Nama ilmiah; Mythimna sp., Spodoptera litura
Nama ilmiah; Mythimna sp., Spodoptera litura
KERUSAKAN
o
Pengeratan
jaringan daun oleh larva muda akan meninggalkan legokan tidak beraturan yang
berwarna abu-abu pada daun.
o
Larva yang
lebih tua mungkin memotong ranting dan daun termasuk bagian venanya.
CARA
PENGENDALIAN
o
Pemanfaatan
parasit telur seperti Telenomus sp, Tetrastichus sp.
o
Penyemprotan
dengan Sl-NPV
3.
Ulat penggerek batang
(Ostrinia furnacalis Guenee)
(Ostrinia furnacalis Guenee)
Kerusakan:
o
Larva instar
1 menyebabkan lubang-lubang sebesar jarum pada daun
o
Lubang
sebesar kepala korek api dan keratan berbentuk memanjang dapat ditemukan pada
daun dan selubung, daun akibat larva instar II-III.
o
Larva instar
III-V menyebabkan jumbai atau rusaknya jumbai, lubang pada batang, ranting dan
telinga daun.
o
Kerusakan
batang dan daun.
o
Kematian
prematur dari tanaman dan kuping
Langganan:
Postingan (Atom)