Sabtu, 11 Februari 2012

Fungsi Penyuluhan Pertanian


       Penyuluhan pertanian sangatlah diperlukan dalam pembangunan pertanian saat ini yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap petani sehingga dengan penyuluhan, masalah yang dihadapi oleh petani dan upaya pemecahannya dapat diselesaikan.

1)      Penyuluhan pertanian sebagai proses penyebaran informasi.
Penyuluhan pertanian merupakan proses penyebaran informasi yang diperlukan dan berkembang selama pelaksanaan pembangunan pertanian. Informasi tersebut berupa  inovasi yang diperoleh dari hasil kajian maupun pengalaman di lapangan, masalah-masalah yang perlu dicari pemecahannya agar tujuan pembangunan pertanian yang telah direncanakan dapat tercapai.

2)        Penyuluhan pertanian sebagai proses penerangan
Mardikanto dan Sutarni (1982), mengatakan istilah penyuluhan pertaniaan berasal dari kata “suluh” yang berarti pemberi terang di tengah-tengah kegelapan. Dengan demikian penyuluhan pertanian  diartikan sebagai berikut : “Proses untuk memberikan penerangan kepada masyarakat (petani) tentang segala hal yang belum diketahui untuk dilaksanakan/diterapkan dalam rangka peningkatan produksi dan pendapatan yang ingin dicapai melalui proses pembangunan pertanian.”

3)        Penyuluhan pertanian sebagai proses perubahan perilaku
Penyuluhan pertanian merupakan suatu sistem pendidikan non formal yang tidak sekedar memberikan penerangan atau menjelaskan tetapi berupaya untuk merubah perilaku sasarannya agar memiliki pengetahuan pertanian dalam berusahatani secara luas, memiliki sikap progresif untuk melakukan perubahan dan inovatif terhadap suatu yang baru serta terampil dalam melaksanakan berbagai kegiatan.

4)        Penyuluhan pertanian sebagai proses pendidikan
Sebagai suatu sistem pendidikan non formal, penyuluhan pertanian adalah suatu pendidikan bagi orang dewasa yang lebih mengutamakan terciptanya dialog.  Oleh karena itu penyuluhan pertanian bukan merupakan pendidikan yang hanya “mencekoki” tanpa memberikan peluang kepada sasaran didik. Mengutamakan pendapat dan pengalaman merupakan satu hal yang sangat diperlukan demi keberhasilan pembangunan pertanian. 

FAKTOR PEMBENTUK MOTIVASI

 
Menurut Rogers (1985) parameter dalam pengukuran status sosial ekonomi adalah kasta, umur, pendidikan, status perkawinan, aspirasi pendidikan, partisipasi sosial, hubungan organisasi pembangunan, pemilikan lahan, pemilikan sarana pertanian serta penghasilan sebelumnya. 

Sedangkan Hartatik (2004) berpendapat bahwa motivasi dibentuk oleh beberapa faktor, baik faktor internal yang bersumber dari dalam diri individu maupun faktor eksternal yang bersumber dari luar diri individu. Faktor-faktor internal yang membentuk motivasi adalah umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pendapatan, dan luas lahan (karakteristik individu). Sedangkan faktor eksternal yang membentuk motivasi adalah lingkungan sosial, lingkungan ekonomi, dan kebijakan pemerintah.

1.    Faktor Intrinsik
a.    Umur
Slamet (1994) berpendapat bahwa faktor umur sangat penting dalam partisipasi, biasanya mereka yang masuk golongan 30-40 tahun dimana semakin tua usia semakin aktif keterlibatannya dalam partisipasi terhadap pelaksanaan. Dan menurut Hernanto (1984) umur petani sangat mempengaruhi pengetahuan fisik dan merespon terhadap hal-hal yang baru dalam menjalankan usahatani.

b.    Pendidikan.
Pendidikan adalah proses yang dilakukan secara sadar baik formal maupun informal yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pembentukan kepribadian. Rendahnya tingkat pendidikan mempengaruhi tingkat adaptifitas masyarakat terhadap modernisasi, mereka lebih cenderung mempertahankan pola-pola yang sudah ada, yang sudah pasti dan yang telah mereka kenal dengan baik. Adanya suatu perubahan dianggap sebagai sesuatu hal yang tidak pasti dan mengandung resiko. Biasanya bersedia melakukan perubahan apabila ada jaminan bahwa perubahan tersebut akan membawa hasil yang lebih baik bagi mereka (Khaeruddin, 1992).

Pendidikan formal sangat berpengaruh terhadap motivasi seseorang. Khususnya dalam tanggapan untuk menerima adanya inovasi, seseorang dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi akan lebih mudah dalam menanggapi inovasi atau isu yang berkembang. Karena seseorang lebih berpikiran rasional setelah mendapatkan ilmu-ilmu yang didapatnya dari bangku sekolah (Kartasapoetra, 1991).

Pendidikan non formal adalah pengajaran sistematis yang diorganisir di luar sistem pendidikan formal bagi kelompok orang  untuk memenuhi keperluan khusus. Pendidikan non formal dapat digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan standart kehidupan dan produktivitas kegiatan usaha yang dilakukan oleh masyarakat pedesaan (Suhardiyono, 1989).

c.    Luas lahan. 
Tanah adalah sumber modal atau tempat dari bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi barang modal (Tohir, 1983). Dan menurut Mardikanto (1993) petani yang menguasai lahan sawah yang luas akan memperoleh hasil produksi yang besar dan begitu pula sebaliknya. Dalam hal ini, luas sempitnya lahan sawah yang dikuasai oleh petani akan sangat menentukan besar kecilnya pendapatan ekonomi yang diperoleh. Luas lahan yang diusahakan relatif sempit seringkali menjadi kendala untuk dapat mengusahakan secara lebih efisien. Dengan keadaan tersebut, petani terpaksa melakukan kegiatan diluar usahatani untuk dapat memperoleh tambahan pendapatan agar mencukupi kebutuhan keluarganya.

d.    Pendapatan. 
Besarnya pendapatan akan menunjukkan tingkat sosial ekonominya dalam masyarakat disamping pekerjaan, kekayaan dan pendidikan. Keputusan seseorang dalam memilih jenis pekerjaan akan sangat dipengaruhi oleh sumber daya dan kemampuan dalam diri individu, jenis pekerjaan dan tingkat pengeluaran seseorang yang juga menentukan tingkat kesejahteraan dalam status sosial ekonomi (Mubyarto, 1985).

Soekartawi (1996) berpendapat bahwa tingkat pendapatan merupakan salah satu indikasi sosial ekonomi seseorang yang sangat dipengaruhi oleh sumber daya dan kemampuan dalam diri individu. Jenis pekerjaan dan tingkat pengeluaran seseorang juga menentukan tingkat kesejahteraan dalam status sosial seseorang.

2.     Faktor Ekstrinsik

a)     Lingkungan Sosial.
 Menurut Mardikanto (1996) lingkungan sosial yang dapat mempengaruhi perubahan-perubahan dalam diri petani adalah kebudayaan, opini publik, pengambilan keputusan dalam kelompok, kekuatan lingkungan sosial. Kekuatan-kekuatan sosial (kelompok organisasi) yang ada di dalam masyarakat terdiri dari kekerabatan tetangga, kekompakan acuan, kelompok minat dan kelompok keagamaan. Lingkungan sosial dipengaruhi oleh kekuatan politik dan juga kekuatan pendidikan. Melalui pemahaman tentang kekuatan-kekuatan politik yang ada, dapat diperoleh dukungan serta dihindari hambatan-hambatan yang bersumber pada kekuatan politik tersebut.

b)     Lingkungan Ekonomi.
Menurut Mardikanto (1996) lingkungan ekonomi terdiri dari:
·           Lembaga pengkreditan yang harus menyediakan kredit bagi petani kecil Fasilitas kredit merupakan bagian yang menyatu dengan pengembangan usaha dalam bidang agribisnis. Di Inonesia sudah diterapkan suatu peraturan yang bersifat wajib dipatuhi dimana bank harus mengeluarkan beberapa persen dari dana kreditnya untuk kepentingan sektor agribisnis. Bank harus benar-benar mengamati kondisi dari usaha agribisnis yang dituju sebagai sektor yang benar-benar dapat mengembangkan bidang agribisnis (Siagian, 1999).
·                         Produsen dan   penyalur sarana produksi/ peralatan tanaman Petani produsen merupakan penghasil barang-barang hasil pertanian untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen. Pedagang pengumpul merupakan pedagang yang mengumpulkan barang-barang hasil pertanian dari petani produsen,         kemudian  memasarkannya kembali dalam partai besar kepada pedagang lain      (Rahardi, 2000).
·         Pedagang serta lembaga pemasaran yang lain
·         Pengusaha industri pengolahan hasil pertanian
·         Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia senantiasa didasarkan pada amanat yang telah ditulikan dalam GBHN. Pembangunan pertanian di Indonesia diarahkan untuk memenuhi tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pertanian secara lebih merata. Dalam bidang pertanian tujuan pembangunan pertanian tersebut dapat dilakukan dengan cara meningkatkan produksi, produktivitas tenaga kerja, tanah dan modal  (Soekartawi, 1987).

Jumat, 10 Februari 2012

Pengendalian OPT sistem PHT/ Agency Hayati komoditas jagung




o  OPT merupakan kendala penting dalam produksi tanaman, karena dapat menurunkan hasil baik kuantitas maupun kualitas
o  Masalah OPT semakin meningkat dan kompleks sebagai akibat introduksi teknologi pertanian yang kurang memperhatikan ekosistem
o  KONSEP PHT muncul sebagai koreksi atas kegagalan pengendalian OPT secara konvensional yang lebih mengandalkan penggunaan pestisida kimia
o  Pemerintah menetapkan kebijakan pengendalian OPT dengan sistem PHT, sesuai dengan yang tercantum dalam UU No.12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan PP No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman


AGENS PENGENDALIAN HAYATI DIKELOMPOKAN DALAM 4 KELOMPOK
ö  Predator : Binatang yang memakan hama (mangsa) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (contoh : laba-laba, burung hantu, ular, dll.)
ö  Parasitoid : Serangga yang memarasit atau hidup dan berkembang dengan menumpang serangga lain (inang).  Sebagian parasitoid dari ordo Hymenoptera (tabuhan/penyengat) dan Diptera (lalat)
ö  Patogen : Mikroorganisme yang menyebabkan infeksi dan menimbulkan penyakit pada individu OPT               ( contoh : bakteri, virus, cendawan, nematoda, protozoa dan riketsia)
ö  Agens Antagonis suatu patogen penyebab penyakit tumbuhan : Mikroorganisme yang mengitervensi aktifitas  patogen penyebab penyakit tumbuhan yang menimbulkan penyakit 

KELEBIHAN PENGENDALIAN HAYATI
o  Bersifat Selektif
o  Agens hayati tersedia di lapang
o  Dapat mencari inang sendiri/mangsanya (parasitoid, predator)
o  Relatif tidak nenimbulkan resistensi pada OPT
o  Relatif murah
o  Tidak mencemari lingkungan

KELEMAHAN PENGENDALIAN HAYATI
Hasilnya berjalan lambat, sehingga sulit diterapkan pada saat telah terjadi eksplosi (ledakan populasi hama)

PENGENDALIAN OPT JAGUNG
1.   LALAT BIBIT atau ULAT BIJI JAGUNG
       Nama ilmiah  ( Atherigona oryzae Malloch)
       Nama lokal : Larva =Aphis (Cebuano)
                             Dewasa Bangau (Bicol)
 
Kerusakan
Ø  Terdapat bekas-bekas daun yang dimakan, daun-daun mudanya menggulung dan terbelah.
Ø  Terjadi pelayuan, pengeringan dan pembusukan bagian tengah tunas.
Ø  Tunas yang terinfeksi mengalami kekerdilan dan selanjutnya mungkin bercabang ke samping.

Cara pengendalian
q  Biasa tanaman di suatu daerah terinfeksi serentak.
q  Penanaman dilakukan pada awal musim tanam untuk menghindari populasi ulat yang tinggi.
q  Pemanfaatan parasitoid Cardiochiles sp dan Argyrophylax sp.
q  Pemanfaatan predator Lycosa  sp. Oxyopes sp., Paederus sp., Micraspis sp., Coccinella sp. dll.

2. ULAT GRAYAK
    Nama ilmiah; Mythimna sp., Spodoptera litura
KERUSAKAN
o  Pengeratan jaringan daun oleh larva muda akan meninggalkan legokan tidak beraturan yang berwarna abu-abu pada daun.
o  Larva yang lebih tua mungkin memotong ranting dan daun termasuk bagian venanya.
  
CARA PENGENDALIAN
o  Pemanfaatan parasit telur seperti Telenomus sp, Tetrastichus sp.
o  Penyemprotan dengan Sl-NPV

3. Ulat penggerek batang
   (Ostrinia furnacalis Guenee)

Kerusakan:
o  Larva instar 1 menyebabkan lubang-lubang sebesar jarum pada daun
o  Lubang sebesar kepala korek api dan keratan berbentuk memanjang dapat ditemukan pada daun dan selubung, daun akibat larva instar II-III.
o  Larva instar III-V menyebabkan jumbai atau rusaknya jumbai, lubang pada batang, ranting dan telinga daun.
o  Kerusakan batang dan daun.
o  Kematian prematur dari tanaman dan kuping